Minggu, 31 Januari 2010

Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Orang Tua dan Anak

Sebagai orang tua kita pasti menyayangi anak dan ingin melakukan yang terbaik buat mereka. Namun seringkali tekanan hidup sehari-hari membuat kita terjerumus pada komunikasi yang tidak efektif, terutama saat kita akan menerapkan disiplin dan berbicara tentang isu yang sensitif pada anak. Bila kita dapat berkomunikasi secara efektif dengan anak, kita dapat lebih mudah memahami mereka dan membuat anak dapat mendengarkan apa yang akan kita sampaikan, sehingga kita dapat bersama-sama menciptakan hubungan yang damai dan menyenangkan.

Sabtu, 30 Januari 2010

Mari Mengenal Anak PRASEKOLAH

Sebagai orang tua kita selalu memiliki harapan pada anak-anak kita untuk menjadi orang sukses di kemudian hari. Sukses bukan hanya berarti menjadi orang yang terkenal tapi juga pintar dan berwawasan luas. Dengan demikian diharapkan hidupnya kelak akan berjalan mulus dan bermanfaat buat masyarakat.
Untuk mencapai hal itu tentu bukanlah hal mudah dan bisa ditempuh dengan cara sederhana. Sebagai orang tua kita harus menyadari peran apa yang harus dimainkan agar dapat memberikan bimbingan yang tepat bagi anak. Setiap anak adalah pribadi yang unik dan tidak bisa disamaratakan begitu saja. Bimbingan dan arahan yang diberikan akan efektif bila sesuai dengan kebutuhan anak, yang sepanjang masa perkembangannya menunjukkan ciri dan kebutuhan yang tidak selalu sama. Untuk itulah kita perlu mengenali terlebih dahulu ciri perkembangan anak sesuai dengan usianya.

Ciri-ciri umum anak usia Prasekolah
• Anak berumur 3 sampai 5 tahun berbeda-beda dalam kemampuan dan minat mereka untuk melakukan sesuatu. Namun semuanya berkembang mengikuti alur yang sama.
• Usia prasekolah adalah saat tumbuhnya kemandirian dan keinginan belajar berbagai hal, menggunakan fisik, berbicara, memahami dan menciptakan sesuatu. Mereka selalu sibuk dan aktif. Mereka butuh bergerak.
• Rentang konsentrasi anak pada usia ini sekitar 15 menit, untuk melakukan hal-hal yang disukainya.
• Pada usia ini pikiran anak diibaratkan busa/spons yang dapat menyerap apa pun. Saat mereka masuk sekolah mereka mulai membentuk kepribadian dan pandangan sendiri tentang hidup dan belajar.

Perkembangan fisik
• Usia 3 – 5 tahun anak mualai memiliki kontrol yang lebih baik terhadap gerakan tubuhnya, seiring dengan semakin berkembangnya fisik anak.
• Mereka tidak berdiam diri dalam jangka waktu lama dan belajar lewat aktivitas bermain dan meniru orang lain.
• Anak butuh saat untuk beraktivitas fisik di luar rumah setiap hari.

Tips untuk orang tua:

Buatlah aktivitas bermain anak agar aman dan menyenangkan. Biarkan anak mencoba beragam permainan dengan air, pasir, atau lumpur. Ajaklah anak untuk jalan-jalan, memanjat pohon, menggali tanah, bersepeda, dan berkebun. Menendang atau melempar bola juga merupakan kegiatan mengasyikkan buat anak.


Perkembangan emosi dan kepribadian
• Saat usianya makin bertambah, anak belajar lebih banyak cara untuk mengekpresikan perasaannya. Misalnya pada saat ia merasa takut, anak tidak hanya sekadar menangis namun juga menyatakan pada orang tua bahwa ia takut, menjadi lebih pendiam, atau bersembunyi di balik tubuh ibunya.
• Anak belajar berbagai cara lain untuk mengatasi berbagai situasi dengan mengamati perilaku orang lain. Ada kalanya mereka tak berhasil mengatasi suatu masalah atau menjadi stres. Pada kondisi ini tak jarang anak akan kembali berperilaku seperti anak batita, terutama jika mereka terlalu lelah atau sakit.

Tips untuk orang tua
Bantulah anak untuk belajar berbagai cara yang positif untuk mengekspresikan perasaannya. Pahamilah dan terimalah perasaan anak dan biarkanlah anak mengetahui bahwa anda memahami mereka. Bila mungkin bicarakanlah pada anak apa yang dirasakan tubuh saat kita mengalami suatu jenis emosi. Misalnya: ‘Kalau ibu cemas, tangan ibu berkeringat’. Bicaralah pada anak tentang perasaan anda, berkatalah jujur, dan gunakan kalimat sederhana yang mudah dipahami anak.


Perkembangan kemampuan sosial
• Berbagi, bermain, berbicara, menyebutkan nama, dan mengucapkan salam adalah hal-hal yang dipelajari dan suka dilakukan anak bersama orang lain.
• Pada usia ini mereka membutuhkan kehadiran anak lain sebagai teman. Anak memperhatikan apa yang dipikirkan temannya dan sering kali anak memiliki satu atau dua teman akrab.
• Anak mulai dapat menerima perbedaan dirinya dan orang lain. Mereka dapat berteman dengan siapa saja dengan beragam kemampuan dan latar belakang.
• Bermain bersama dapat membantu anak belajar berbagai peran, memecahkan masalah, dan bekerjasama.

Tips untuk orang tua
Orang tua dapat membantu anak mengembangkan kemampuan sosial dengan
• Menyediakan kesempatan untuk bermain dengan anak anak lain,
• Mendorong anak untuk menyapa bila bertemu orang lain,
• Mendorong mereka untuk mau berbagi,
• Mendengarkan dan menjawab pertanyaan anak dan mendorong mereka untuk melakukan hal yang sama pada temannya. Agar dapat berkomunikasi dengan baik, kemampuan mendengar sama pentingnya dengan kemampuan berbicara.
• Berikan anak kesempatan memilih. Misalnya: “Kamu punya 3 teman, sementara pensilnya hanya ada 2, jadi pakai bergiliran. Atau kamu bisa cari alat lain untuk dipakai bermain. Pilihan lain, cari permainan yang tidak perlu menggunakan pensil itu. Bagaimana menurutmu?”

Yang perlu diingat: bagaimana cara anda menghadapi orang lain akan mempengaruhi bagaimana anak anda berhubungan dengan orang lain.

Perkembangan kemampuan bicara dan berpikir
Kemampuan ini berkembang sangat pesat namun tiap anak akan berkembang dengan temponya sendiri. Beberapa ciri anak pada usia ini adalah:
• Egosentris. Anak merasa bahwa ia adalah pusat dunia, ia yakin segala sesuatu terjadi di seputar dirinya saja.
• Kreativitas. Daya imajinasinya sangat tinggi dan tak terbatas.
• "Mengapa?" Dalam rangka belajar tentang dunia di sekelilingnya, anak akan selalu melontarkan pertanyaan ‘mengapa?’ Berikanlah penjelasan pada anak tentang sebab-sebab sesuatu yang terjadi di sekitar anak.
• Bahasa. Anak umumnya sudah lancar mengucapakan kata-kata. Walaupun kadang ada anak yang masih kurang jelas mengucapkan beberapa huruf (cadel), janganlah terlalu cemas. Dengan contoh dan bimbingan anak akan cepat belajar.
• Prinsip-prinsip. Anak juga belajar tentang perbedaan antara benar salah. Orang tua dapat membantu anak memahami hal ini dengan menerapkan aturan yang jelas dan konsisten bagi anak.
• Kenyataan vs. fantasi. Anak harus belajar perbedaan antara kenyataan dan fantasi. Pada akhir masa prasekolah biasanya anak sudah memahami konsep masa lampau, sekarang, dan masa akan datang.
• Fobia. Muncul banyak rasa takut, terutama pada bentuk atau suara yang belum pernah didengar. Bagi orang tua, cobalah untuk bertindak suportif dan sabar saat mengatasi ketakutan-ketakutan anak yang tidak masuk akal.
• Sangat mudah terpengaruh. Anak sangat mudah terpengaruh pada apa yang dilihatnya. Itulah sebabnya sangat penting untuk orang mendampingi anak saat menonton televisi dan dalam kegiatannya sehari-hari.
• Ketertarikan seksual. Adalah hal yang normal bagi anak pada usia ini memiliki rasa ingin tahu tentang seks. Bantulah anak untuk belajar dengan masalah tersebut dengan cara yang tepat.

Tips untuk orang tua
Pada masa ini anak sedang giat-giatnya belajar tentang apa pun.
• Berikanlah sebanyak mungkin pengalaman yang dapat membantunya belajar hal-hal yang bermakna dan berguna untuk hidupnya kelak. Misalnya, saat melakukan perjalanan mudik dengan bis, anda dapat menjelaskan pada anak tentang transportasi, kegunaan roda, mengenal orang dan sifatnya yang beragam, kota-kota yang dilalui, profesi, dll. Pengalaman apa yang diperoleh anak pada masa ini akan mempengaruhi apa yang dipikirkan dan dibicarakan anak.
• Ajarkan dan berilah contoh untuk mendengar aktif. Sekali lagi, kemampuan mendengar sama pentingnya dengan kemampuan berbicara dalam komunikasi. Berikan contoh dan biasakanlah anak untuk tidak menyela pembicaraan orang lain.

Jumat, 29 Januari 2010

10 Kesalahan Yang Dilakukan Orang Tua

Menyayangi anak adalah naluri yang muncul pada setiap orang tua. Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang terbaik. Namun di tengah berkembangnya zaman, di mana kedua orang tua sama-sama sibuk di luar rumah, kecenderungan orang tua melakukan kesalahan terhadap anak semakin besar terjadi.

Di tengah doa dan harapan untuk melihat anak berkembang menjadi pribadi yang positif, orang tua masih melakukan kesalahan dalam pengasuhan anak, yang ironisnya dilakukan dengan alasan menyayangi sang anak.

Berikut ini adalah beberapa kesalahan yang kerap dilakukan orang tua pada anak:

1. Memanjakan Anak

Tak diragukan lagi bahwa semua orang tua mencintai anaknya dan ingin agar anak terpenuhi semua kebutuhannya. Namun, hal ini justru sering menjadi masalah. Semua permintaan anak yang dituruti orang tua justru pada akhirnya membuat anak menjadi tidak bahagia. Mereka menjadi anak yang tak pernah puas dan selalu menuntut lebih banyak.

Agar menjadi tenang dan gembira anak-anak tak selalu membutuhkan mainan, pakaian, atau makanan. Seringkali, sedikit perhatian dari orang tua sudah membuat mereka merasa nyaman dan gembira.

Dengan cara dimanja, bagaimana kita dapat mempersiapkan mereka untuk dapat menerima kegagalan/kekecewaan yang terjadi dalam hidup mereka? Atau bagaimana kita dapat mengajari mereka untuk bersyukur atas apa yang mereka peroleh?

2. Disiplin Yang Kurang

Jika orang tua kurang memberikan disiplin sejak anak masih kecil, anak kemudian akan menjadi sumber masalah bagi orang-orang di sekitarnya. Sebagai orang tua, ayah ibu pasti tak ingin jika anak kita dimarahi orang lain karena tak mengerti aturan kan?

Menerapkan disiplin pada anak memang membutuhkan usaha dan keteguhan hati yang besar dari orang tua. Namun hal itu harus dimulai dan tak akan terasa terlalu berat jika kita memulainya sejak dini. Disiplin bisa dimulai dari hal-hal kecil yang dilakukan sehari-hari, seperti saat makan, saat bermain, dan meletakkan barang-barang kembali ke tempatnya.

3. Kurang Terlibat Dalam Urusan Sekolah Anak

Setelah rumah, sekolah adalah tempat di mana anak menghabiskan lebih banyak waktu dibandingkan tempat lain. Sekolah juga menjadi tempat pembentukan karakter mereka lewat interaksi dengan guru dan teman. Jadi, bagaimana mungkin orang tua tidak mau ikut terlibat dengan apa yang berlangsung di sekolah anak-anak mereka? Tak masalah jika hanya salah satu orang tua yang aktif hadir ke sekolah. Setelah menitipkan anak belajar di sekolahnya (bahkan seringkali dengan usaha yang cukup berat) seyogyanya orangtua juga melibatkan diri dalam urusan yang menyangkut pendidikan anak di sekolah.

Jangan jadikan pekerjaan sebagai alasan ketidakhadiran orang tua di sekolah. Ambilah cuti jika perlu. Orang tua perlu menjalin komunikasi yang intensif dengan guru. Para guru akan merasa lebih mudah jika orang tua ikut memperhatikan perkembangan anak dan mereka akan cepat dapat memeberitahukan jika terjadi sesuatu pada anak. Guru akan dapat melakukan pendekatan yang lebih aktif jika mengetahui orang tua selalu mendukung.

4. Memberikan Penghargaan Besar Untuk Prestasi Kecil

Saat kita sedang berjuang untuk mendorong anak untuk melakukan yang terbaik dan mengembangkan kepercayaan dirinya, kadang-kadang kita juga melakukan sesuatu yang bertentangan. Contohnya, kita menghadiahi anak dengan sepasang pakaian baru saat ia berhasil meletakkan mainannya sendiri ke tempatnya setelah bermain.

Contoh lain, dalam perlombaan olah raga, dengan alasan kasihan, semua peserta mendapatkan piala karena telah berpartisipasi. Jika semua peserta mendapat piala, anak yang menjadi juara akan merasa bahwa pialanya tak istimewa lagi. Padahal piala tersebut ia dapatkan dengan perjuangan yang lebih keras dibandingkan peserta lain sehingga ia layak mendapatkan gelar juara. Secara tak disadari kita menghilangkan makna berjuang dan berprestasi yang ingin kita tanamkan pada anak.

5. Tidak Memberikan Anak Tanggung Jawab Yang Cukup

Orang tua tak boleh membiasakan anak mengharapkan imbalan dari apa yang dikerjakannya di rumah. Imbalan/hadiah hanya boleh diberikan untuk pekerjaan ekstra yang dilakukan anak. Orang tua harus memberikan kesadaran pada anak, sebagai bagian dari keluarga anak memiliki tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Jika mereka tumbuh tanpa rasa tanggung jawab yang cukup, bagaimana kita mengharapkan mereka untuk menjadi bertanggung jawab dalam menjalani pendidikan atau pekerjaannya kelak? Tentunya untuk menumbuhkan tanggung jawab ini kita perlu melihat usia anak sehingga mereka dapat diberikan tugas yang sesuai. Memberikan tanggung jawab yang terlalu berat pun akan berakibat buruk karena anak akan menjadi sangat terbebani.

6. Hubungan Suami-Istri Yang Kurang Baik

Bagaimana suami atau istri memperlakukan pasangannya sangat berpengaruh pada anak dalam menjalin hubungan kelak. Jika orang tua memperlakukan pasangan dengan kurang bai, sering bertengkar, anak akan cenderung berlaku sama pada saat dewasa. Anak lebih banyak belajar dengan melihat contoh daripada mendengarkan nasihat orang tua. Jika suami istri memperlakukan masangannya dengan mesra dan saling menghargai, hal itu juga akan mendidik anak tentang nilai-nilai yang baik dalam keluarga. Itu juga akan membuat anak merasa keluarga adalah tempat yang hangat dan nyaman untuk kembali saat menghadapi dunia yang kejam.

7. Membuat Harapan yang Tidak Realistis

Saat berhadapan dengan anak, orang tua perlu menetapkan harapan yang realistis, terutama saat anak masih kecil. Misalnya jika orrang tua membawa anak yang berusia 2 tahun makan di restoran dan berharap ia akan duduk manis, berarti orang tua menetapkan harapan yang tidak realistis dan hanya akan menemui kekecewaan. Juga jika orang tua ingin anak menjadi bintang basket sementara anaknya kecil mungil dan memiliki hobi main klarinet, orang tua perlu mengkaji kembali cita-cita tersebut. Jangan menetapkan harapan yang tak masuk akan bagi anak karena hal itu hanya akan membuat kekecewaan pada anak dan orang tua. Kebahagiaan anak adalah harapan terbesar yang harus dicapai orang tua.

8. Tak Membekali Anak Keterampilan Yang Cukup Untuk Mandiri

Banyak orang tua yang cenderung memperlakukan anak terus seperti anak kecil dan menyediakan semua yang dibutuhkan anak. Hal ini akan membuat anak kurang menghargai pentingnya kerja keras dan tumbuh menjadi pribadi yang manja dan tidak mandiri. Anak zaman sekarang cenderung mengharapkan orang lain melakukan segalanya bagi mereka, dari membersihkan kamar hingga menempelkan plaster pada luka mereka. Mengajarkan mereka untuk lebih tegar dan mampu melakukan berbagai hal sendiri bukan berarti orang tua tak mencintai anak, justru karena rasa sayang pada mereka.

9. Memaksakan Selera Pribadi terhadap Anak

Biarlah anak-anak tetap menjadi anak-anak. Orang tua tak seharusnya memaksakan selera atau mimpi yang dimilikinya pada anak dan menjadikan anak tumbuh dewasa sebelum waktunya. Misalnya menindik bayi perempuan yang baru lahir. Anak belum membutuhkan anting untuk membuatnya merasa cantik. Hal itu hanya untuk memuaskan keinginan orang tua untuk membuat anaknya tampak lebih cantik. Padahal dengan memakai anting, kemungkinan menjadi lebih besar anak menjadi terluka atau mengalami infeksi dari proses tindik, dan rawan menjadi sasaran kejahatan. Dalam undang-undang perlindungan anak, hal itu dapat dianggap sebagai tindakan kekerasan terhadap anak.

10. Melanggar Aturan Yang Telah Disepakati

Mematuhi aturan yang dibuat kadangkala memang sulit dan merepotkan. Namun orang tua perlu berteguh hati untuk tetap konsisten pada apa yang telah disepakati bersama anak. Misalnya jika anak telat pulang dari bermain di rumah temannya ia akan menerima sanksi tak boleh bermain ke rumah temannya selama 3 hari, orang tua harus berusaha tetap menjalankan hal itu walaupun anak cemberut atau merengek. Begitu juga orang tua harus mau menerima sanksi bila melanggar kesepakatan yang dibuat. Jika orang tua tak berusaha untuk melakukan apa yang telah dijanjikan, kepercayaan anak akan hilang dan cenderung menganggap orang tua hanya sekadar bicara.

Senin, 25 Januari 2010

ANAK SUKA MEMUKUL DAN MENGGIGIT?

Perilaku agresif memang sangat sering muncul pada anak batita (toddler) dan merupakan bagian yang muncul sejalan dengan perkembangan anak. Namun perilaku itu akan menjadi sumber ketidaknyamanan bila terus dibiarkan dan karena anak akan dianggap menjadi pengganggu dalam lingkungannya.


PENYEBAB PERILAKU MEMUKUL DAN MENGGIGIT

Hal pertama yang perlu dilakukan untuk mengatsi perilaku agresif ini adalah mengetahui penebab dari perilaku tersebut. Untuk itu orang tua perlu mencoba melihat dari ‘kacamata’ anak. Bayangkan diri anda sebagai makhluk kecil berusia di bawah 3 tahun, dunia di sekeliling anda terasa sangat luas, anda ingin dapat melakukan sesuatu sendiri, dengan kemampuan bicara yang masih terbatas, anda berharap orang lain dapat membaca isi pikiran anda. Lalu seorang anak lain mengambil mainan anda. Itulah kira-kira yang terjadi pada anak di masa batita.

Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa menjadi penyebab perilaku agresif anak:

• Kemampuan bicaranya masih terbatas. Mengungkapkan perasaan lewat kata-kata adalah tugas yang berat bagi batita. Oleh karena anak belum mampu membuat orang lain memahami keinginannya lewat kata-kata maka ia berkomunikasi dengan memukul dan mengigit. Hal itu juga sebagai cara untuk menunjukkan jati diri dan mengatasi rasa frustrasi.

• Anak melakukannya untuk membela diri. Kadangkala anak memukul untuk mendapatkan keadilan. Mungkin pada saat itu temannya tiba-tiba mengambil mainannya atau menarik rambutnya. Menahan diri untuk tidak membalas memukul saat ada alasan ‘tepat’ seperti di atas tentu membutuhkan kemampuan pengendalian diri yang baik. Di usia batita, anak belum sampai pada tahapan itu.

• Pada usia 1 tahun anak sedang berada pada fase oral. Salah satu cara anak untuk mengenali dunia adalah dengan memasukkan apa pun ke dalam mulutnya, termasuk tangan temannya.

• Anak sedang bereksperimen dengan sebab-akibat. Rasa ingin tahu anak sedang berkembang pesat. Pada usia ini belajar dengan melakukan suatu aksi yang mendatangkan reaksi tertentu. Saat ia berpikir ‘apa yang terjadi kalau aku menggigit temanku?’ ia akan mencari jawabannya dengan mencoba hal itu dalam kenyataan.

• Anak ingin memiliki ruang gerak yang leluasa. Batita masih belum memiliki pemahaman yang jelas tentang konsep berbagi ruang dengan orang lain. Saat ia merasa ruang geraknya kurang leluasa atau ia berada terlalu dekat dengan anak lain, sebagai refleks ia akan memukul atau menggigit untuk menyingkirkan penghalang itu.

• Anak sedang merasa kurang nyaman. Mungkin saat itu anak merasa lapar, gerah, mengantuk, atau lelah. Pada usia ini anak belum memiliki keterampilan yang cukup untuk mengatasi dengan tepat masalah yang dialaminya.


CARA MENCEGAH PERILAKU MEMUKUL DAN MENGGIGIT

Berdasarkan uraian di atas, ada banyak alasan bagi batita untuk memukul dan menggigit, untuk mengatasi masalah yang mengganggu atau membuatnya frustrasi. Tugas orang tua dan pengasuh untuk mencegah anak melakukan hal itu. Berikut ini ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya perilaku agresif

• Katakan ‘tidak’ dengan tegas. Respon langsung harus diberikan ketika anak memukul atau menggigit. Gunakan kata-kata yang ringkas namun jelas dengan intonasi yang tegas namun tidak menakutkan. Katakan ‘Jangan, kita tidak boleh memukul! atau ‘Jangan memukul! Dipukul itu sakit!! Lalu arahkan anak untuk menyalurkan kekesalannya dengan cara lain, misalnya memukul bantal, menghentakkan kaki, atau menyampaikan dengan kata-kata.
• Jangan biarkan anak mendapat keuntungan dengan menyerang. Jangan izinkan anak bermain dengan mainan yang didapatnya dengan cara yang agresif. Jika hal itu dibiarkan, ia akan cenderung mengulangi perbuatan tersebut.
• Berikan perhatian lebih banyak pada korban serangan anak. Dalam melakukan hal itu, selain dapat mencontohkan bagaimana menunjukkan simpati pada korban, anda juga dapat menunjukkan pada anak bahwa ia tak akan mendapat perhatian lebih dengan bertindak kasar. Pujilah perilaku positif anak. Berikan imbalan positif jika anak tak menunjukkan perilaku kasar (‘nah kamu pintar, kamu mau berbagi mainan dengan teman!).
• Lakukan pengawasan ekstra pada anak yang suka memukul. Lakukan antisipasi untuk mencegah kejadian pemukulan terulang kembali. Pindahkan mainan yang memicu konflik di antara anak.
• Alihkan perhatian anak pada kegiatan lain yang menarik. Untuk mengatasi rasa frustrasi anak, berikan kegiatan yang dapat menenangkan, misalnya bermain air. Berikan sebaskom air dengan cangkir, corong, dan sendok untuk dimainkan anak.
• Berikan ruang gerak yang leluasa bagi anak melakukan kegiatannya.


Satu hal yang perlu diingat adalah tak ada niat buruk pada saat batita anda bertindak agresif, memukul atau menggigit. Ia hanya ingin menyampaikan maksudnya, ia hanya ingin orang lain memahami perasaan dan kebutuhannya. Tugas orang tualah untuk menunjukkan pada anak cara yang lebih pantas untuk mencapai tujuannya itu.

Sabtu, 23 Januari 2010

MEMBANTU ANAK MENGEMBANGKAN PENGENDALIAN DIRI YANG POSITIF

Rasa gembira, kemarahan, frustrasi, dan kekecewaan semua adalah bagian yang tak terpisahkan dalam proses perkembangan seorang anak. Agar dapat tumbuh dengan sehat, anak perlu belajar untuk mengendalikan diri secara positif, yaitu belajar untuk menampilkan berbagai emosi ini dengan cara dan waktu yang tepat.
Anak yang mampu mengendalikan diri akan lebih mudah untuk mulai berteman dan mempertahankan hubungan dengan temannya. Kemampuan bergaul yang baik pada akhirnya akan meningkatkan rasa percaya diri dan membantu keberhasilan anak dalam berbagai bidang.

Jumat, 22 Januari 2010

MEMBANTU ANAK BELAJAR DISIPLIN DAN BERTANGGUNG JAWAB

Apakah disiplin itu?

Disiplin harus diajarkan pada anak karena disiplin bukanlah perilaku yang terbawa sejak lahir. Orang tua harus mengajarkan disiplin sedikit demi sedikit pada anak. Mengajarkan disiplin memang membutuhkan waktu, perhatian, dan usaha dari orang tua. Namun dari pengorbanan itu hasil yang diperoleh akan sangat mambantu untuk membentuk hubungan yang baik antara anak dan orang tua. Lalu apakah disiplin itu?

Disiplin adalah upaya untuk membantu anak membangun pengendalian diri. Disiplin adalah menetapkan batasan-batasan perilaku dan mengoreksi perilaku-perilaku yang keliru. Disiplin juga berarti mendukung, membimbing, dan membantu anak untuk merasa nyaman dengan dirinya, mengajarkan mereka bagaimana sebaiknya anak menilai dirinya.

Apakah memukul berguna dalam menegakkan disiplin? Tidak! Disiplin haruslah membantu anak untuk belajar mengontrol sendiri perilaku mereka. Memukul digunakan oleh orang tua untuk secara langsung mengontrol perilaku anak. Memukul tak akan mengajarkan anak mengubah perilaku yang salah.

Mungkin memukul dapat dilihat sebagai cara yang mudah untuk mengendalikan anak. Namun hal itu tak akan berlangsung lama. Setelah dipukul anak anak menangis keras. Anak yang lebih besar akan mencari pelampiasan dengan memukul anak lain. Segera setelah itu mereka akan melakukan kesalahan lagi.

Anak memang perlu diberitahu bahwa orang tua bertanggung jawab dan bertugas mengatur mereka. Namun memukul hanya akan membuat anak takut pada orang tua. Sementara disiplin membuat anak menaruh rasa hormat dan sayang pada orang tua. Tidakkah ayah bunda akan merasa terharu dan bangga bila putra putri kita memeluk dengan rasa sayang atau bahkan berkata ‘aku sayang pada ayah/ibu’. Perlakukanlah putra putri kita dengan respek dan biarkan mereka belajar mengendalikan perilakunya, pasti mereka akan membalas dengan rasa hormat dan akan mendengarkan nasihat kita dengan suka rela.

Bagaimana cara menetapan aturan bagi anak?

Berikut ini ada beberapa tips untuk orang tua.

1. Mulailah dengan sedikit aturan. Semakin banyak aturan yang dibuat akan semakin sulit diingat oleh anak.

2. Berikanlah alasan setiap kali melarang anak. Adalah tugas orang tua untuk menjaga kesehatan dan keselamatan anak. Orang tua juga harus membantu anak agar dapat bergaul dengan orang lain. Terangkanlah alasannya saat anda harus mengatakan ‘tidak’ pada anak. Dan pastikanlah anak memahami alasan tersebut. Misalnya: “Kamu tidak boleh naik sepeda menyebrangi jalan karena di sana banyak kendaraan yang melintas dan kamu tertabrak.”

3. Berikan anak kesempatan bicara. Anak perlu diberikan kesempatan bicara dalam membuat aturan. Mereka perlu diberikan kesempatan untuk menyatakan apa yang dirasa dan dipikirkannya. Bahkan anak yang berusia 5 atau 6 tahun sudah dapat diajak bicara dan membantu orang tua saat menentukan aturan. Bila anak diperbolehkan untuk ikut menetapkan aturan, mereka akan lebih mudah diajak untuk mematuhinya. Penting bagi orang tua untuk memahami sudut pandang anak tentang sesuatu. Namun karena ingin mendengarkan anak bukan berarti orang tua harus menuruti semua keinginan anak dan mengubah aturan yang sudah ada. Ada aturan-aturan yang memang harus ditegakkan walaupun tak selalu menyenangkan bagi anak.

4. Sampaikanlah aturan dan pesan dengan jelas sehingga anak benar-benar paham apa yang dimaksud orang tua. Misalnya, katakanlah dengan jelas pukul berapa anak harus pulang setelah bermain di rumah temannya. “Pukul 5 harus sudah sampai rumah. Jangan pulang terlalu sore”.

Tak perlu khawatir akan dicap egois atau mau menang sendiri oleh anak saat anda menetapkan suatu aturan. Kadangkala anak akan menunjukkan rasa tak senang dengan aturan yang dibuat orang tua. Cobalah untuk tidak terpancing emosi. Pahamilah perasaan anak tapi tetaplah menjalankan aturan yang dibuat. Misalnya, “Memang rasanya berat untuk pulang karena kamu sangat senang main di sini, tapi ini waktunya kita pulang.”
Aturan yang adil akan dapat menunjukkan perhatian dan dan rasa sayang orang tua. Jika orang tua menetapkan aturan yang kurang adil atau terlalu kaku hanya akan membuat anak tergantung pada pengawasan mereka. Namun sebaliknya jika tak ada aturan bagi anak, mereka akan berperilaku yang pada akhirnya memaksa pihak lain untuk bertindak menegakkan aturan bagi mereka, mungkin oleh kepala sekolah atau bahkan polisi.

Apa yang harus dilakukan orang tua jika anak melanggar aturan?

Tetaplah tenang. Berlakulah adil. Lakukanlah sesuatu yang masuk akal dan akan membantu anak belajar untuk tak melakukan lagi kesalahan yang sama. Misalnya, jika anak mencoret dinding, mintalah dia membantu untuk membersihkannya kembali. Jika ia gagal membuat dinding kembali bersih, tekankanlah hal itulah yang ingin dicegah dengan melarangnya mencoret dinding karena tak mudah membersihkannya kembali.

Cobalah untuk menjalankan langkah-langkah pemecahan masalah ini untuk membantu anak memikirkan masalahnya dan memikirkan cara menghindari kesalahan yang sama.
• Mintalah anak untuk menyampaikan masalah mereka. (Aku ingin ke rumah temanku yang di luar kompleks naik sepeda tapi ibu melarang)
• Mintalah anak untuk mengajukan beberapa cara memecahkan masalah itu. Dalam proses itu jumlah solusi yang diajukan lebih penting daripada seberapa bagus sulusi itu. (aku bisa naik bis; aku akan jalan kaki; aku bisa naik sepeda separuh jalan, lalu naik angkot.)
• Diskusikanlah solusi tersebut. Pastikanlah bahwa solusi yang diambil berdasarkan kesepakatan kedua pihak.
• Cobalah jalankan solusi yang diambil.
• Lihatlah hasilnya. Bila perhasil hal itu dapat dilakukan lagi lain kali. Bila gagal, diskusikanlah kembali.

Ada dua hal penting yang dapat disampaikan orang tua dengan menjalankan cara ini. Pertama, tak ada masalah yang terlalu berat sehingga tak dapat terpecahkan. Kedua, setiap orang bertanggung jawab atas perilakunya sendiri.

Kwsimpulan:
Disiplin adalah pendidikan bagi anak untuk tumbuh menjadi anak yang berbahagia, sehat, aman, dan menjadi anggota masyarakat yang dapat menyesuaikan diri.
Mendidik anak memang pekerjaan berat tapi jika anak diajarkan untuk mengendalikan perilakunya, penegakan disiplin akan menjadi mudah. Pengorbanan yang dilakukan akan terasa sangat berharga jika kelak orang tua melihat betapa anak dapat bertanggung jawab akan semua perilakunya.

Sumber Bacaan:

Marilyn E. Gootman, Ed.D., teaches early childhood education at the University of Georgia and is the mother of three children.
Parenting Pages from California Consortium To Prevent Child Abuse
Excerpted with permission from the National Committee to Prevent Child Abuse

How to Teach Your Children Discipline is published by the National Committee to Prevent Child Abuse, 332 S. Michigan Avenue, Suite 1600, Chicago, IL 60604, (312) 663-3520.