Rabu, 10 Februari 2010

Saat Anak Bicara Keadilan

Kejadian ini berlangsung tahun 2009 lalu, saat putri saya Sarah masih duduk di TK. Cerita ini sengaja saya angkat karena hikmah dari kejadian itu menurut saya cukup berharga jadi bahan renungan kita sebagai orang tua, terutama dalam mengajarkan moral dan keadilan pada putra putri kita.


Saat itu saya menemani Sarah ikut pertandingan olah raga. Menurut informasi gurunya, olimpiade itu akan dilaksanakan di Gedung Olah Raga Cilegon dan akan dibuka oleh Pak Walikota. Ternyata pelaksanaan olimpiade tidak di dalam gedung olah raga, melainkan di lapangan terbuka di sebelah GOR. Hari itu sekitar 300 murid TK dari seluruh kota Cilegon, beserta guru dan orang tua yang mendampingi sudah hadir sejak pukul 7.30 pagi. Mereka harus ikut upacara pembukaan dulu yang akan dipimpin oleh Pak Walikota. Tapi seperti biasa pemimpin zaman sekarang, entah kenapa mereka senang sekali membuat orang lain menunggu... Selama menunggu anak2 itu harus tetap baris di lapangan di tengah panas matahari yang menyengat. Maka pemandangan bocah-bocah yang berwajah merah kepanasan, dengan sekujur tubuh berkeringat, dan guru-guru yang sibuk membujuk anak-anak yang tampak ramai di lapangan. Pukul 9 walikota baru datang dan rangkaian acara pun dilaksanakan.

Apa komentar Sarah setelah usai upacara? Masih dengan wajah merah kepanasan dan keringat bercucuran, dia berkata:

"Bu, tadi itu benar-benar nggak adil. Sarah sebel! Masak tadi waktu di lapangan, kami anak-anak kecil disuruh baris di lapangan, kena panas, terus pak walikota dan orang-orang dewasa yang lain duduk di bawah tenda. Kan kebalik?! Harusnya anak-anak yang di tenda biar nggak kepanasan. Orang dewasa kan udah lebih kuat daripada anak-anak, harusnya mereka yang kena panas!"

Wow!!! Subhanallah.... anakku ternyata cukup kritis dan mampu membaca situasi yang baru dihadapinya dengan penilaian yang dalam. Dan pasti banyak anak lain yang sependeritaan dengan Sarah di lapangan itu akan berpikir dan berkomentar sama.

Ya Tuhan, mohon bimbing aku untuk terus bisa bertindak tanpa pernah melupakan nuraniku. Semoga aku terus bisa mendidikmu menjadi anak yang berhati nurani, nak. Semoga aku terus diberi kekuatan untuk mengajarkanmu mengatakan bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah, sepahit apa pun resikonya.

2 komentar:

  1. Salut untuk kalian sekeluarga karena mengajarkan nilai-nilai yang positif. Kita belajar dari pengalamanmu :)

    BalasHapus
  2. Thanks Ge. Semoga pengalaman yang kubagikan ini bermanfaat untuk kita semua.

    BalasHapus