Selasa, 02 Februari 2010

Kenapa sih di Rumah Kita Banyak Aturannya?

"Kenapa sih, Bu, di rumah kita banyak banget aturan? Harus makan banyak, harus tidur siang... Kayaknya di rumah orang nggak ada aturan begitu."

Saat itu pukul 2 siang, setelah selesai makan siang dan kuberi kesempatan menonton Unyil dan Jalan Sesama, anak-anak kuminta untuk tidur siang. Aku agak tersentak mendengar protes gadis kecilku siang itu. Anakku yang bulan Desember 2008 nanti baru berumur 6 tahun, sudah bisa melancarkan protes nih.... Ada apa gerangan? Adakah sesuatu yang salah, atau dia sekedar mencari penjelasan dari situasi yang sedang dihadapinya? Hhhh, tarik napas dulu sebelum angkat bicara...


"Ibu dan Ayah menerapkan aturan tidak untuk menyusahkan kok. Aturan itu dibuat supaya hidup kita jadi lebih mudah."

"Tapi Sarah nggak suka kalau tiap hari harus tidur siang..."

"Kalau kamu nggak tidur siang, kamu jadi kurang istirahat. Kalau setiap hari kamu kurang istirahat kamu jadi gampang sakit. Sudah beberapa kali terbukti 'kan karena nggak tidur siang kamu lalu sakit? Kalau sakit kamu malah nggak bisa main, nggak bisa sekolah, nggak bisa makan es krim."

"Iya..."

"Makanya Ibu dan Ayah buat aturan, Sarah dan Ruby harus tidur siang".

"Berarti di rumah anak-anak itu nggak ada aturannya ya Bu?", dia menunjuk ke halaman, ke arah anak-anak tetangga yang masih asyik bermain di luar siang itu. Wah, udah mulai keluar nih penilaian kritisnya.... Aku diam sejenak mencari jawaban yang tepat.

"Pasti di rumahnya ada aturan juga. Tapi mungkin aturannya berbeda dengan yang Ibu dan Ayah terapkan di rumah kita. Mungkin di rumah meraka tidur siang tidak dianggap penting oleh orang tuanya. Tapi buat Ibu dan Ayah tidur siang itu perlu. Nah, sekarang tidur ya."

Aku masih melihat ada rasa kurang puas di hatinya, tapi siang itu dia berusaha untuk patuh dan tertidur karena lelah sepanjang hari sudah bermain.

Malam harinya aku ingat janjiku untuk mengajaknya belajar mengukir. Dengan berbekal sebatang sabun dan sebatang lilin sebagai media mengukir, aku mengajak Sarah dan adiknya bersama-sama belajar mengukir karena aku memang belum pernah melakukan hal itu sebelumnya. Bertiga kami menuangkan 'kreativitas' dengan bebas sekali. Walaupun malam itu sabun dan lillin hanya menjadi potongan-potongan yang susah dikenali wujudnya, namun aku bahagia melihat rasa senang yang terpancar dari wajah keduanya.

Kemudian Sarah berkata, "Ternyata di rumah ini nggak cuma banyak aturan ya Bu. Kita juga bisa bersenang-senang."

Wah, dia mulai lagi nih membahas obrolan tadi siang. Tapi aku sedikit lega karena akhirnya dia dapat menyadari bahwa orang tuanya tak bermaksud untuk setiap saat mengekangnya dengan aturan tapi juga bisa mengajaknya bersenang-senang. Tapi kok aku belum sepenuhnya lega ya???

Kesempatan untuk menjelaskan tentang aturan itu datang di Minggu pagi. Dalam suasana santai, sehabis sarapan, aku dan ayahnya mengajak Sarah untuk membahas soal 'aturan' itu lebih jauh.

"Seandainya tidak ada aturan, Ayah nggak akan pulang menemui kalian, nggak pernah kasih uang untuk kita belanja, dan nggak akan memasukkan Sarah sekolah"

"Kenapa begitu, Yah?" suaranya terdengar kaget.

"Karena tidak ada aturan, Ayah bisa sesuka hati berbuat apa saja"

"Kalau tanpa aturan, Ibu juga tidak akan memberi kalian makanan sehat, Ibu belum tentu ada di rumah saat Sarah pulang sekolah karena Ibu bisa pergi sesukanya.."

"Wah, nggak enak...."

"Nah, karena itu ada aturan. Aturannya adalah ayah dan ibu harus memperhatikan keluarga, mengurus anak-anaknya, menyekolahkan, supaya anak-anaknya terpelihara dengan baik."

"Ternyata kalau nggak ada aturan nggak enak. Makanya aturan itu perlu ya?"

"Iya, Nak." (Semoga kau mengerti, dan siap menghadapi kelak kau akan mendapati berbagai macam aturan, yang memudahkan maupun yang menyulitkan hidupmu....)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar